Hati
; Memetik hikmah melalui sajakan puisi - puisi ;
Kilatan petir menyambar hati kecil ini
Hati yang lalai akan keagungan-Mu
Hati yang ternodai oleh keangkuhanku
Dan hati yang terluka karna rasa dendamku
Perintah-Mu selalu kuabaikan
Hingga kasih sayang-mu tak dapat kurasakan
Mati sudah hati ini
Laksana batu,...
Bahkan lebih keras dari batu
Pantaslah aku menerima semua ini
Karna apa yang telah kulakukan selama ini
Ya Allah...
Lunakkanlah hati yang keras ini
Agar dapat merasakan kembali kasih sayang-Mu
Agar dapat melaksanakan perintah-Mu
Untuk mencapai keridhaan-Mu
Dan kembali kepadamu
Dengan hati yang suci
Deras Terperas
DerasKeringatmu terperas
Dari kokok pagi
Hingga menggulung senja
Cangkulmu mengayun matahari
Gembur disiram dan disiangi
Dengan mengharap Rahmat Ilahi
Benih yang kau tabur
Perlahan jadi bulir yang subur
Dipetik dengan rasa syukur
Deras keringatmu terperas
Kulit tubuhmu mengeras
Zuhudmu seperti cadas
Murka dari Keadilan
Jarum kebebasan seakan tumpul oleh tusukan para
penghianat
Borgol yang mengikat mereka usang dimakan
waktu
Jeruji besi tak mampu menahan godaan para penghalal
dosa kebebasan
Para penegak keadilan yang buta akan amanah
Disaat keadilan ingin berbicara
Para tawanan membantah akan hal yang memang
seharusnya ditegakkan
Pikiran mereka telah membabi buta dan tak akan
pernah terobati
Saksi-saksi seakan terpasung dalam kebohongan
Bilamana keadilan menang akan pembuktian itu
Pengkhianat akan terpaku dan mulut merka akan runtuh
Berpikirlah dahulu sebelum berkata
Yang terjadi tak mungkin terulang
Karena penyesalan akan selalu datang belakangan ...
Edisi I/XXV/X/**XV
KesetiaanSementara air mata kesedihan menjadi saksidalam tangisanPelajaran kesetiaan sulit untuk diterapkanDan tak pernah tercapai seperti yang ada dalamimpianPun air mata tak terhitungkanPada angka dan ruang yang telah ditentukanGambar – gambar mesra adalah kenangan yangtertinggalHanya saja setumpuk tulisanYang bias aku saksikanMembuat segalanya terkubur tanpa nisan
Kesendirian
Aku merenungi kehadiranmuUntuk mengerti hanya butuh waktuKala sendiri , baru kusadar artimuAku menunduk pelanPerlahan terdengar tangisanMenyesal atas tawa yang tersimpanAku mengedipkan mataBerulang kali , tetap samaBerjuta mimpi tanpa asaSahabatDulu aku membencimuDulu aku tak suka padamuDulu aku tak ingin menatapmuDulu kita tak bisa disatukanTetapi ternyata semua itu berubahAku mulai biasa memaafkanmuAku mulai ingin berteman denganmuKita mulai bersama mulai bertukar ceritaMemulai dengan canda dan tawaMenenggelamkan semua perasaan tak sukaMenelunturkan semua kebencianmu padakuMulai saling mengerti dan saling melengkapiDan entah mengapaHingga saat iniAku ingin menganggapmuSebagai sahabat sejati
Edisi II/VI/XI/**XV
Kesederhanaan Kita Di Dalam Kata
Memang menyisakan Tanya , tapi nyata
Hanya harus memilih dan memilah
Bijak ambil , bukan imbal
Meki angan dan ingin kerap menjadi angin
Namun tetap harus hidup untuk
menentukan hadap
Demi bias menghadapi kehidupan
Bukan tak mungkin , air mata akan menjadi
mata air
Karena sejatinya , semua itu hanya kisah
Untuk kita dapat menemukan kasih
Sempat Pupus
Kupatahkan juta logika
Kutangkis angkuhnya kriteria
Tetap saja salah
Tetap saja kalah
Hingga pena tak mampu menuliskannya
Sayap – sayap asa terbang tak tentu arah
Menabrak pintu – pintu nestapa
Sempat pupus
Tapi apa daya
Senyum
Serangga bernyanyi riuh menyibak dingin malam
Bola keju mencuri cahaya surya tuk terangi suram
Kuangkat wajah yang baru saja lepaskan kusam
Kuceritakan pada ribuan titk cahaya di langit hitam
‘Al Khabir’ . . .
Syukurku hanya untuk-Mu
Tampias cahaya surau mennangkap ketulusan tanpa ragu
Kupungut , kugenggam erat , penuh do’a , senyummu
Kan kubawa , kusimpan bersama kisah yang telah
digulung waktu
Seketika dua hati saling sembunyikan sipu , malu
Darah mengalirkan kebahagiaan dalam jiwa
Berubah menjadi api , menyulut , berkobar meledak
-kan rasa
Ditemani waktu yang menertawakanku
Aku yang terseok memikul segenduk rindu
Di atas batu kepercayaa hati takkan remuk oleh
topan
Kupercaya Tuhan
Senyum ini kan menjawab teka – teki masa depan
Edisi III/VII/XI/**XV
Seikat Mawar Untuk Ibu
Persembahanku untuk ibu tercinta
Engkaulah telaga itu
Jernih air yang menawarkan lelah – penat
jiwaku
Keteduhan menghadirkan ketenangan bagi
anakmu
Dan jika lama aku merantau
Rinduku membuncah dan sunyi – hening
malamku
Mencipta seikat puisis mawar
Dengar tangan gemetar ingin
Kupersembahkan kepadamu ibu
Agar telaga selamanya jadi tenang
Dan izinka aku tuk bersujud
Simpuh dibening matamu yang telaga itu
Kepada Sajakku
Aku akan berhenti penyair
Jika aku hanya berjalan di tempat
Serta tak sempat mengubah hitam pekat
Menjadi putih di ke dalaman tubuhku
Apalagi di kotaku ; di tubuh orang – orang
Aku akan berhenti menjadi penyair
Jika sajaku tak ubah air
Yang tak mengalir
Atau seperti sia – sisa pembuangan pada comberan
Aku ingin sajakku tak habis dibakar
Bila suatu saat ada orang yang menyulutnya
Di bawah matahari yang menyimpang peluh kuningnya
Aku ingin monumen kota , orang – orang tua bagi anaknya
Bahkan dunia menjelma sajakku
Aku tak mau sajakku ditelan waktu
Surat Kepada Pemimpin
Kami yang melahirkan pagi
Dari siksa derita malam kelam
Merupakan api dimasa kemerdekaan ini
Tanda zaman penjajah telah silam
Fajar hari ini . . .
Mulai membawa kepermukaan bumi
Merombak dan membangkitkan dunia baru
Dunia setia kawan dan kecintaan yang satu
Tampaskan penjajah , lenyapkan penderitaan
Barisan kemenangan telah tiba
Indonesia maju ke depan
Tuhan , Aku Merindukan
Tuhan ,
Bau sarimi itu masih ada
Megingatkan aku ingin makan
Tuhan ,
Aku merindukan bau kertas
Bukan bau sarimi
Hanya dibutuhkan saat lapar
Memang sih , disanjung orang
Tapi proyeksinya nol besar
Tuhan , Aku merindukan bau kertas
Mau ditulisi ballpoint merah , biru , hijau
kuning , pink , atau apapun
Tuhan ,
Aku merindukan bau kertas
Yang ikhlas menerima
Tuhan ,
Aku merindukan bau kertas
Yang malam ini kutangisi
Keheningan Dalam Rimba
Di antara angin malam
Di antara kabut yang menyelimuti
Di antara gugusan bintang yang indah
Dan , di antara ransel – ransel kosong
Aku kembali
Kembali kepada rimbamu
Kembali menikmati sepimu
Kembali kepada kekosongan
Ini caraku
Menikmati surgamu Tuhan
Menikmati yang sudah Engkau ciptakan
Karena ini senantiasa membuatku bersyukur
Senantiasa merasa kecil di antara alam-Mu yang
megah
Karena awan pun tak pernah menyatakan dirinya tinggi
Bukankah manusia seharusnya demikian ?
Tak menjadikan apapun menjadi kesombongan
Karena Tuhan tak pernah mengajarkan kesombongan
Pada kehidupan umatnya
Filosofi Derai Hujan
Derai hujan yang kerap kali menyuarakan kepiluan
Semata karena terpisah dari lautan
Mengunjungi batu demi batu
Waktu demi waktu
Sendirian
Kita yang alpa
Menabur puja – puji pada lengkung pelangi
Padahal hanya bayang – bayang hujan
Yang bercermin pada terik matahari
Edisi V/XII/XI/**XV
2 Komentar untuk "Berbagi Contoh Puisi ter-2015 - Sering Up To Date -"
bagus dan tolong untuk diperbanyakk postingannya
Akhirnya, aku menemukan puisi yg kucari-cari selama ini, makasih atas postingannya kk . . . . tolong diperbanyak puisinya dengan tema yg macam-macam yah kk